28 Agustus 2017

Mengapa Suka (Bisa) Menggambar?


Sejujurnya, saat engkau bertanya "Mengapa  bisa menggambar?" saya tak punya jawaban yang paling tepat sebab saya pun tak persis paham mengapa bisa dikatakan pandai menggambar. Saya hanya punya sekumpulan ingatan mengenai saya dan aktivitas menggambar sedari kecil. Mainan kesayangan saya saat bocah adalah aneka kertas dan pensil. Lalu, saya tak pernah mengikuti kursus menggambar secara khusus. Hal-hal terkait menggambar saya dapat dari sekitar saja. Saya pun bukan seseorang yang tumbuh di lingkungan pendidikan formal terkait itu. Saya hanya punya kedekatan yang lekat dengan aktivitas itu bahkan sampai sekarang. 
Barangkali semua saya mulai dari kisah masa kecil ini. 



***
Jika kakek pulang berdagang di pasar pada siang hari, kakek menyempatkan diri mengaso di sudut rumah dekat jendela. Di atas meja terletak satu mug berisi teh pahit kegemarannya. Di pangkuannya, kakek selalu akrab dengan dua benda ini: kertas dan pensil. Kala itu saya masih bocah dan penasaran dengan kegiatan kakek. Kakek sedang menggambar tokoh bernama Bahtera Rama, katanya. Di lain kesempatan, kakek bilang sedang menggambar trio punakawan. Kegemaran itu serta-merta menarik saya pada dua hal sekaligus yaitu menggambar dan seni pewayangan. 

Kakek barangkali menjadi gerbang awal kertarikan saya pada bidang gambar. setelahnya semua hal yang berkaitan dengan itu seperti menyedot saya dengan sendirinya. Buku-buku bacaan untuk anak dan tayangan-tayangan anak  kala itu menjadi stimulan yang bergizi. Ragam ilustrasi berupa bentuk, rupa dan warna yang menarik menjadi referensi saya untuk berimajinasi. 

Memiliki referensi gambar yang cukup banyak rupanya bukan tanpa "tantangan" bagi bocah seusia saya kala itu. Hal tersebut terjadi sebab teman-teman saya tidak paham imajinasi saya. Pernah suatu ketika saya dan teman-teman menggambar bersama di suatu sore. Temanya sangatlah sederhana: pemandangan. Tentulah engkau bisa menebak jenis pemandangan legendaris apa yang akan digambar anak-anak. Ya! Gunung dengan sebuah matahari nyelip  di tengah, jalan yang terlalu lurus, sawah yang terbuat dari huruf "v" berbaris, dan sekumpulan burung-entah-apa yang terbuat dari angka "3" terjungkir (mengakulah bahwa engkau juga pernah melakukan "kekonyolan" visual ini). Saya tak ingat persis gambar yang saya buat. Namun, saya ingat betul bahwa saya menggambar sejumlah pohon berwarna merah muda. Sontak teman-teman saya protes setengah mengejek. "Kok pohon warnanya pink?". "Ini pohon Sakura." Timpal saya. Namun rupanya penjelasan yang saya kira ampuh itu tidaklah mengandung hikmah dan faedah. Barangkali mereka hanya belum membaca majalah Bobo yang pada edisi itu membahas negeri Sakura -jenis pohon dengan bunga-bunga berwarna merah muda.  

Menggambar bahkan menjadi kegemaran saya jauh sebelum saya bisa membaca dan menulis. Ah, ketahuilah bahwa saat balita saya membuat "Hieroglyph" di seluruh dinding rumah. Penuh. Saya terlampau penasaran dengan kegiatan bernama membaca dan menulis bahkan di usia belum pas untuk sekolah. Oleh sebab itu, saya mengangankan diri sudah bisa membaca dan menulis dengan membuat "sistem alfabet" sendiri di dinding candi, eh, maksud saya di dinding rumah. Dapat dikatakan bahwa saya punya buku gambar raksasa saat balita yaitu seluruh dinding rumah. Vandalisme itu sungguhlah lucu bagi orang tua saya. Itulah sebabnya mereka tidak memarahi saya saat "berkarya". Oh iya, bahkan saat saya masuk sekolah dan sudah terampil membaca-menulis, media tulis pertama saya pun masih berukuran fantastis. Saat di kelas bawah sekolah dasar, saya menulis  penuh sebuah cerpen di pintu masuk rumah!

Menggambar, kemudian menjadi senjata saat saya tidak bisa mengungkapkan sesuatu lewat lisan ataupun tulisan.  Sering saya menginginkan memiliki mainan tertentu namun tak bisa mengungkapkannya kepada orangtua saya sebab saya tahu harga mainan tersebut cukup tak ramah. Sebagai sesuatu yang tak bisa saya katakan, saya selalu menggambarnya di buku gambar. Dalam imajinasi saya, mainan yang saya gambar itu akan menjadi nyata saat saya tidur. Walaupun hal tersebut tidak lantas terjadi, saya selalu merasa puas. 




Menginjak remaja, menggambar saya sandingkan dengan kegemaran membaca dan menulis. Saya senang menulis cerita dengan beberapa gambar yang saya buat sendiri. Saya senang memenuhi satu buah buku tulis dengan aneka tulisan dan gambar-gambar.

Hingga sekarang, aktivitas itu tak pernah lepas dari diri saya. Menggambar (barangkali juga membaca dan menulis) sudah melekat dalam diri saya sejak kanak-kanak. Begitu dekatnya hingga saya pernah sedikit berkhayal bahwa dahulu saya terlahir sambil memegang pensil

***

Demikianlah, Kawan. Maaf jika sebenarnya kisah ini pun kurang tepat menjawab pertanyaanmu yang berulang itu. "Mengapa bisa menggambar?". Jawaban sederhananya mungkin karena saya menyukainya sejak kecil sampai sekarang. Lalu, tak pernah terpisah dengan kegiatan itu. Lalu, jika pertanyaanmu kembali memburuku, "mengapa suka gambar?" maka kujawab "sebab menggambar mengasyikkan dan penuh warna". Lalu jika kau lanjut bertanya "mengapa menggambar mengasyikkan?"... 
Ah, kuyakin kau tak se-kepo itu. 











#jurnal1
*this is my first post after a thousand year of hibernation :D. Nuhun Bung Irfan Ilmiyah dan rekan-rekan lain yang menginspirasi saya untuk kembali ke sini. 

0 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Perkenalkan! Saya Nurul Maria Sisilia. Seorang pengajar, penulis, dan pekerja sosial. Saya senang menulis hal menarik yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Mari berbincang!

Terjemahkan (Translate)

Rekan

Diberdayakan oleh Blogger.